Awal Mula dan Perkembangan Agrikultur
Perbedaaan geografis, waktu kemunculan, dan persebaran produksi pertanian.
Pada mulanya, setiap orang di seluruh dunia adalah para pemburu, lantas mengapa ada yang beralih menjadi petani dengan mengembangkan produksi pangan?
Jika kita tarik ke belakang, produksi pangan di dunia mulai berkembang pada sekitar tahun 8500 SM di daerah Hilal Subur — sebuah wilayah berbentuk bulan sabit yang meliputi kawasan Mediterania, Asia Barat, lembah Sungai Nil, serta delta Sungai Nil di Afrika Timur Laut.
Jared Diamond, dalam bukunya menegaskan bahwa sesungguhnya produksi pangan itu bukanlah sebuah temuan, dan bukan pula sebuah ciptaan. Bahkan sering kali tidak ada penentuan pilihan secara sadar antara produksi pangan dan perburuan. Orang-orang yang pertama kali mengembangkan produksi pangan jelas tidak membuat pilihan secara sadar ataupun secara sengaja menjadikan bertani sebagai kegiatan sehari-hari, karena mereka belum pernah melihat bagaimana kegiatan bertani dan tidak mungkin tahu seperti apa cara bertani. sebaliknya, produksi pangan berevolusi sebagai hasil sampingan dari pilihan-pilihan yang diambil secara spontan.
Faktor-Faktor Munculnya Produksi Pangan
Produksi pangan berkembang secara bertahap dari langkah-langkah sebelum produksi yang sebelumnya sudah dipraktikkan oleh para pemburu, dan hal tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang singkat. dalam kasus tercepatpun dibutuhkan waktu ribuan tahun untuk beralih dari ketergantungan berburu ke produksi pangan. pada tahap awal produksi pangan, orang-orang secara bersamaan mengumpulkan hasil buruan sambil memproduksi bahan pangan hasil budidaya. Lambat laun, dalam kurun waktu berbeda, kegiatan berburu menjadi kurang penting seiring meningkatnya ketergantungan pada hasil tanaman budidaya.
Faktor mendasar kenapa transisi tersebut berlangsung lama adalah karena sistem produksi pangan berkembang sebagai hasil akumulasi banyak keputusan terpisah mengenai alokasi waktu dan daya. Orang yang mencari makanan sama seperti hewan yang mencari makanan, hanya memiliki waktu yang sangat terbatas. Seiring dengan keterbatasan waktu dalam perburuan, manusia mulai menyusun prioritas dan mengambil keputusan dalam alokasi daya. Mereka mengutamakan lebih dulu kepada bahan makanan favorit, dan jika makanan favorit mereka tidak tersedia, mereka akan beralih ke makanan alternatif yang biasanya kurang disukai.
Ada begitu banyak pertimbangan yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan menentukan prioritas tersebut. Mereka mencari makan dengan alasan guna memuaskan rasa lapar dan mengisi perut. Selain itu, mereka juga menginginkan makanan yang kaya akan kandungan protein, lemak, garam, buah-buahan, maupun makanan yang sekadar terasa lezat. Jika tidak ada faktor khusus tersebut, orang akan berusaha untuk mendapatkan hasil maksimal dalam sehari dalam hal kalori, protein, atau kategori makanan tertentu dengan hasil sebanyak mungkin dengan tingkat kepastian paling tinggi dengan waktu sesingkat mungkin dan dengan usaha paling sedikit. Salah satu perkiraan mengenai fungsi perkebunan pertama hampir 11.000 tahun yang lalu adalah sebagai lumbung cadangan makanan jika seandainya pasokan makanan utama dirasa kurang memadai.
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa para petani pertama di masing-masing benua tidak mungkin secara sengaja memilih untuk bercocok tanam karena tidak ada petani sebelumnya yang bisa mereka amati. Namun, begitu produksi pangan dari suatu daerah tiba ke daerah lain, maka para pemburu di daerah tersebut dapat melihat hasilnya dan secara sadar memilih untuk menjadi petani.
Praktik produksi pangan di Eropa bagian tenggara dan bagian tengah berlangsung secara cepat dan menyeluruh karena kehidupan pemburu di sana kurang produktif dan kurang kompetitif. Sebagai contoh, pemburu dari beberapa daerah di Eropa tenggara dengan cepat memanfaatkan biji-bijian, polong-polongan, dan hewan ternak dari Asia Barat Daya secara bersamaan pada sekitar tahun 6000 SM. Lalu ketiga bahan makanan tersebut menyebar ke bagian tengah Eropa pada sekitar tahun 5000 SM.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya transisi dari kehidupan berburu menjadi bertani adalah karena berkurangnya spesies bahan makanan liar. Selama 13.000 tahun terakhir, kehidupan para pemburu menjadi semakin tidak menjanjikan lantaran sumber daya hewani andalan mereka semakin berkurang. Kepunahan beberapa spesies hewan lalu mendorong penduduk di beberapa wilayah di Amerika, Eurasia, dan Afrika untuk memulai produksi pangan dengan bertani.
Para penduduk pertama di Polinesia baru mengintensifkan produksi pangan setelah memusnahkan burung moa dan hampir membinasakan populasi anjing laut di New Zealand, serta hampir memusnahkan populasi burung laut dan burung darat di daerah Polinesia lain. Selain itu, faktor yang mengubah pola hidup masyarakat di wilayah Hilal Subur adalah karena berkurangnya populasi gazelle yang menjadi sumber makanan utama bagi pemburu di daerah tersebut.
Faktor lainnya adalah bahwa sementara berkurangnya spesies buruan cenderung mengakibatkan kehidupan pemburu menjadi kurang menjanjikan, sementara meningkatnya jumlah spesies tumbuhan yang bisa dibudidaya mengakibatkan meningkatnya tahap-tahap domestikasi tumbuhan menjadi semakin menjanjikan. Sebagai contoh, akhir zaman Pleistosen di daerah Hilal Subur meningkatkan spesies tumbuhan biji-bijian liar seperti gandum dan jelai yang bisa dipanen dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat. Panen tumbuhan biji-bijian liar tersebut adalah langkah paling awal dalam dalam mendomestikasi tanaman budidaya.
Faktor lain lagi adalah berkembangnya teknologi yang dapat menopang produksi pangan — teknologi pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan bahan makanan liar. Alat-alat tersebut contohnya arit yang berupa bilah bambu yang dipasang pada gagang kayu atau tulang untuk memanen; keranjang untuk membawa pulang hasil panen; alu dan lesung sebagai penggiling untuk menghilangkan kulit ari; teknik memanggang untuk menyimpan agar biji tidak berkecambah; dan tempat penyimpanan bawah tanah. Berbagai perkembangan teknologi tersebut menjadi langkah awal yang tidak disengaja bagi manusia dalam mendomestikasi tumbuhan.
Faktor terakhir adalah hubungan timbal balik antara meningkatnya kepadatan populasi manusia dan meningkatnya produksi pangan. namun dari sini menimbulkan sebuah pertanyaan. Mana yang penyebab dan mana yang akibat? apakah peningkatan kepadatan populasi manusia memaksa orang untuk beralih ke produksi pangan, atau produksi pangan yang justru memungkinkan kepadatan penduduk manusia?
Produksi pangan memang membawa peningkatan bagi kepadatan penduduk karena menghasilkan lebih banyak kalori yang dapat dimakan per satuan luas suatu wilayah. Di sisi lain, jumlah populasi berangsur meningakat karena kemajuan teknologi untuk mengumpulkan dan mengolah bahan makanan liar. Ketika populasi meningkat, produksi pangan semakin banyak ditekuni karena mampu menghasilkan tambahan makanan yang diperlukan untuk menghidupi semua orang di wilayah tersebut.
Pemburu vs Petani
Di sebagian besar wilayah yang lahannya mendukung untuk produksi pertanian, para pemburu akan mengalami satu dari dua hal berikut: mereka terusir oleh kaum petani yang bertetangga dengan mereka, atau mereka sendiri ikut beralih menjadi petani dan memproduksi makanan sendiri untuk bertahan hidup.
Di kawasan barat daya Amerika Serikat, Mediterania barat, pesisir Atlantik di Eropa, dan sebagian Jepang dihuni oleh banyak kaum pemburu serta memiliki kondisi geografis yang menyulitkan petani pendatang untuk masuk ke wilayah mereka. Akibatnya, para pemburu di sana memiliki banyak waktu untuk beralih menjadi petani pada masa prasejarah. Sedangkan di Indonesia, di daerah tropis Asia Tenggara, para pemburu digantikan oleh petani pada masa prasejarah. Sementara di Australia dan sebagian besar kawasan Amerika Serikat, kejadian serupa baru terjadi pada masa modern.
Para pemburu yang mampu bertahan di masa modern di wilayah yang cocok untuk produksi pangan hanya mampu bertahan jika di wilayah tersebut memiliki kondisi geografi atau ekologi yang sangat sulit, sehingga menghalangi imigrasi petani atau teknik produksi pangan yang sesuai dengan wilayah setempat. Contohnya kaum pemburu pribumi di California yang terpisah oleh gurun dari petani Pribumi di Arizona; pemburu di Afrika Selatan yang hidup di iklim Mediterania yang tidak cocok untuk tanaman budidaya tropis petani Bantu; dan para pemburu yang tersebar di seluruh Benua Australia yang terpisah oleh lautan sempit dari para petani di Indonesia dan Papua Nugini.
Sejarah dan Persebaran Agrikultur di Dunia
Agrikultur bermula dari Hilal Subur dengan domestikasi awal delapan tanaman pangan berupa biji-bijian gandum emmer, gandum einkorn, dan jelai; polong-polongan kacang lentil, ercis, kacang arab, dan bitter vetch; dan tanaman serat rami. Dari delapan jenis tanaman tersebut, hanya dua spesies yang punya wilayah alami yang membentang luas jauh di luar Hilal Subur, yakni rami dan jelai. Artinya, agrikulur bisa tumbuh di Hilal Subur dengan cara mendomestikasi tanaman liar yang tumbuh lokal tanpa harus menunggu tibanya tanaman pangan yang didomestikasi dari tempat lain. Dan juga berkat tersedianya mamalia dan tumbuhan yang sesuai, para penduduk awal di Hilal Subur bisa mengumpulkan sumber daya yang seimbang untuk produksi pangan intensif.
Tanaman-tanaman budidaya pertama di Hilal Subur, seperti gandum, jelai, dan ercis ternyata berasal dari nenek moyang liar yang sama yang menawarkan banyak keunggulan. Tumbuhan-tumbuhan tersebut sudah bisa dimakan dan memberikan panen yang besar dalam keadaan alami, mudah dibudidayakan, mudah disimpan, sebagian besar menyerbuki diri sendiri, dan hanya membutuhkan sedikit perubahan genetis untuk diubah menjadi tanaman budidaya.
Tahap perkembangan tanaman budidaya berikutnya mencakup pohon buah dan kacang pertama, yang didomestikasi pada 4000 SM. kelompok tanaman ini terdiri dari delima, kurma, ara, zaitun, dan anggur. Kelamahan tanaman-tanaman ini adalah mereka baru akan menghasilkan buah setidaknya tiga tahun setelah ditanam, dan mencapai produksi penuh setelah satu dasawarsa. Tanaman-tanaman tersebut bisa dibudidayakan langsung dengan cara menanam setek atau bahkan biji.
Tahap ketiga melibatkan pepohonan buah yang ternyata jauh lebih sulit dibudidayakan, seperti pir, plum, apel, dan ceri. Tanaman tersebut tidak bisa tumbuh dengan cara disetek dan tidak bisa pula dengan menanam biji. Tanaman tersebut harus ditumbuhkan dengan teknik cangkok yang sulit, yang dikembangkan di China lama setelah agrikultur bermula.
Di Hilal Subur, perubahan gaya hidup dari berburu ke bertani berlangsung relatif cepat. Pada 9000 SM, penduduk lokal belum memiliki tanaman pangan dan hewan domestik serta sepenuhnya bergantung pada makanan liar. Sementara pada 6000 SM, sebagian masyarakat sudah nyaris bergantung sepenuhnya pada tanaman pangan dan hewan domestik.
Sedangkan di Mesoamerika, situasinya berbeda. Mesoamerika hanya menyediakan dua jenis hewan yang bisa didomestikasi, yaitu kalkun dan anjing. Sementara jagung dan padi-padian sulit didomestikasi dan lambat berkembang. Akibatnya, domestikasi tumbuhan baru dimulai pada 3500 SM. Perkembangan pertama tersebut dilakukan oleh penduduk yang masih merupakan pemburu nomaden; dan desa-desa menetap baru muncul pada sekitar 1500 SM.
Sekarang kita bergeser ke Papua, sebagai pulau terbesar di dunia setelah Greenland, dan terletak di Khatulistiwa di utara Australia. Karena terletak di wilayah tropis, Papua memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Manusia telah menghuni tanah Papua selama sekitar 40.000 tahun. Dengan demikian, orang Papua memiliki kesempatan cukup lama untuk mengenali hewan dan tumbuhan lokal mereka. Meski begitu, ketersediaan mamalia besar untuk diburu di Papua sangat terbatas, sehingga menyulitkan pemburu modern dalam berburu. Penduduk yang menetap di dataran rendah dan pesisir masih ada yang menjadi pemburu dengan mencari ikan dan kerang-kerangan, tetapi penduduk yang menetap di dataran tinggi tidak ada lagi yang menjadi pemburu. Semua penduduk di dataran tinggi adalah petani yang memanfaatkan makanan dari alam hanya untuk melengkapi kebutuhan makan mereka. Selain keterbatasan mamalia, ternyata Papua juga tidak memiliki tanaman pangan padi-padian yang dapat didomestikasi. Hal tersebut menyebabkan kegagalan kemunculan agrikutur padi-padian di Papua.
Bukti arkeologi membuktikan bahwa kegiatan bercocok tanam di Papua sudah lama sekali, bermula sekitar 7000 SM. pada masa itu, seluruh daratan Papua masih dihuni oleh para pemburu, sehingga agrikultur kuno bisa berkembang sendiri di Papua. Tanaman lokal domestikasi Papua beberapa jenisnya adalah tebu, pisang Australimusa, pohon kenari Canarium indicum, dan talas rawa raksasa (Cyrtosperma chamissonis).
Ketiadaan padi-padian sebagai sumber makanan yang kaya akan protein menyebabkan banyak anak-anak di dataran tinggi Papua memiliki perut bengkak, yang juga diakibatkan karena kelebihan karbohidrat dalam konsumsi makanan lokal mereka. Kekurangan protein parah ini barangkali juga menjadi penyebab dan alasan mendasar mengapa kanibalisme tersebar luas di masyarakat dataran tinggi tradisional Papua.
Para penduduk Papua memiliki kesamaan dengan para penduduk di Hilal Subur, yakni sama-sama mengembangkan produksi pangan mereka secara mandiri. Namun produksi pangan di Papua dibatasi oleh ketiadaan padi-padian, polong-polongan, dan mamalia lokal yang bisa didomestikasi; kekurangan protein akibat kekurangan itu di dataran tinggi; dan keterbatasan tanaman pangan umbi-umbian lokal di dataran tinggi.
Contoh lain dari pertanian setempat yang dibatasi oleh flora lokal berasal dari Amerika Serikat bagian timur. Lama sebelum mengenal tanaman pangan dari daerah lain, penduduk asli Amerika Serikat bagian timur berdiam di kawasan lembah-lembah, dan mereka mengembangkan produksi makanan intensif berdasarkan tanaman pangan lokal. Dengan demikian, mereka dapat memanfaatkan keuntungan dari tanaman liar yang paling menjanjikan.
Tanaman pangan pertama Amerika Serikat bagian timur adalah empat tanaman yang didomestikasi pada periode 2500–1500 SM, atau 6000 tahun setelah domestikasi gandum dan jelai di Hilal Subur. Satu Spesies labu lokal bisa dijadikan wadah kecil dan menghasilkan biji yang dapat dimakan. Tiga tanaman lain yang ditumbuhkan semata untuk biji yang dapat dimakan (bunga matahari, kerabat aster yang disebut sumpweed (Iva annua), dan kerabat jauh bayam, goosefoot (Chenopodium spp.).
Namun, empat tanaman pangan pertama ini masih jauh sekali dari paket produksi makanan lengkap. Selama 2000 tahun, empat tanaman tersebut hanya sebagai pelengkap kecil diet, sementara masyarakat Amerika Serikat bagian timur terus bergantung pada makanan alami, terutama mamalia dan unggas air liar., ikan, kerang-kerangan, dan kacang-kacangan. Sebagian besar sumber makanan mereka tidak berasal dari pertanian hingga periode 500–200 SM, setelah tiga tanaman penghasil biji lain mulai dibudiyakan, yakni knotweed, maygrass, dan jelai kecil.
Setelah periode 1 M, akhirnya tanaman pangan Meksiko mencapai Amerika Serikat bagian timur melalui rute-rute perdagangan. Jagung tiba pada sekitar 200 M, namun masih memiliki peran yang sangat kecil. Akhirnya kemudian pada 900 M, varietas baru jagung yang beradaptasi terhadap musim panas pendek di Amerika Utara muncul, dan kedatangan buncis pada sekitar 1100 M melengkapi tiga tanaman pangan Meksiko yakni jagung, buncis, dan labu. Setelah itu, pertanian di Amerika Serikat bagian timur menjadi sangat terintensifikasi, dan wilayah-wilayah yang berpenduduk padat berkembang di sepanjang Sungai Mississipi serta anak-anak sungainya.
Di antara tanaman-tanaman pangan asli Amerika Serikat bagian timur tersebut, hanya dua yang mampu bersaing dengan tanaman pangan yang berasal dari daerah lain, yakni bunga matahari dan labu. Labu modern yang kita makan sekarang berasal dari labu Amerika yang dibudidayakan sejak ribuan tahun lalu.
Dengan demikian, kita telah melihat faktor-faktor kemunculan produksi pangan pertama di tiga wilayah yang berbeda, Hilal Subur di satu sisi, dan Papua serta Amerika Serikat bagian timur di sisi yang lain. Kita juga telah melihat urut-urutan atau tahap perkembangan produksi pangan mulai dari biji-bijian hingga pohon berbuah. Dan kita telah menemukan bahwa perbedaan-perbedaan antara Hilal Subur, Papua, dan Amerika Serikat bagian timur adalah akibat langsung dari perbedaan stok spesies tumbuhan dan hewan liar yang tersedia untuk dibudidayakan, bukan karena keterbatasan penduduknya.
sumber:
Diamond, J. M. (2017). Guns, germs, and steel the fates of human societies. W.W. Norton & Company.
Flannery, K. V. (1973). The Origins of Agriculture. Annual Review of Anthropology, 2, 271–310. http://www.jstor.org/stable/2949273